PASURUAN, titiksatu.com – Beberapa warga Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi bersama Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (Pusaka) mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri, Kabupaten Pasuruan, Kamis (8/8/2024) siang, lantaran 352 sertifikat tanah tak jelas jluntrungnya.
Puluhan warga Tambaksari, Kecamatan Purwodadi medesak kajari untuk mwngusut tuntas, sebab warga tidak menerima sertifikat atas namanya. Walaupun kasus ini telah diputuskan oleh hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi masih menyisakan persoalan yang membuat warga setempat resah.
Filokhil Mahfud asal Warga Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, meminta sekitar 352 sertifikat tanah milik petani Tambaksari supaya dikembalikan.
Menurutnya, terjadinya sertifikat masal berawal para petani yang mengelola lahan diminta oleh Kepala Desa Tambaksari supaya mendaftarkan diri ke program Redistribusi. Namun setelah mendaftar dan membayar program Redistribusi dengan biaya yang mahal, tiba-tiba sertifikat tanah milik petani berubah nama atas nama milik orang lain.
“Warga saat itu dimintai uang untuk pembuatan sertifikat tanah senilai 12 juta itu tergantuang luasan tanah, akan tetapi setelah kita membayar dan lunas malah sertifikat itu muncul atas nama orang lain,” terang Mahfud.
Mahfud menjelaskan dengan gamblangnya kronologi kejadian dihadapan kajari, contoh sertifikat milik Harianto (Petani) penggarap lahan puluhan tahun diminta oleh Panitia bayar uang sebesar Rp 24 juta untuk kepengurusan sertifikat. Namun setelah itu tiba-tiba serttifikat terbit berubah atas nama orang lain inisial “Nofi” bukan warga Tambaksari.
Karena itulah, Mahfud meyakini ada tindakan penyerobotan data dari Panatia Lenderform yang diduga diketuai oleh Bupati Pasuruan saat itu.
“Sertifikat yang muncul itu tidak sesuai nama yang diajukan oleh petani sesuai data warga Tambaksari saat ini,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Pusat Studi & Advokasi Kebijakan, Lujeng Sudarto mengatakan kasus di Tambaksari yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri masih menyisakan permasalahan, 352 sertifikat milik para petani tak jelas. “Ini merupakan korupsi yang terstruktur dan masih, mereka itu adalah pejabat-pejabat biadab dengan memakan hak-hak petani,” ujar Lujeng.
Ia menambahkan, saat itu ada 5 terdakwa, ada 3 orang yang divonis bersalah, namun 2 orang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dan sampai saat ini belum ditemukan. Berharap 2 DPO agar ditangkap dan kasus Redistribusi tidak berhenti pada Punglinya. Tetapi harus dilanjutkan pada pembrantasan kasus mafia tanahnya.
Masih dengan Lujeng, dulu warga melaporkan kepada Kejaksaan Negeri Bangil dengan surat laporan pembrantasan Pungli, Cg Satgas mafia tanah. Ketika ditangani Kejaksaan, dia berhasil menangkap tersangka punglinya. Tetapi mafia tanahnya belum di proses kelanjutanya.
“Saya meminta kepada Kejaksaan agar kasus mafia tanah dilanjutkan dan sertifikat tanah milik petani Tambaksari dikembalikan sesuai dengan nama pemiliknya. Sebenarnya saya dan petani tidak mau ribet persoalan ini, hanya saja kembalikan hak-hak sertifikat atas nama milik petani,” tutupnya.
Sementara Kejari Kabupaten Pasuruan,Teguh Ananto, S.H., M.H., menyampaikan pada prisipnya sertifikat tanah milik petani Tambaksari akan segera dikembalikan. Karena dalam hasil putusan kasus Pungli Tambaksari sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Namun dalam proses pengembalian sertifikat tanah tersebut melalui ATR/BPN. Untuk itu pihak Kejaksaan akan segera memangil pihak BPN, supaya permasalahan tersebut bisa clear.
Kemudian mengenai kasus mafia tanah, kami akan panggil dulu tim jaksa nya dan meminta salinanya biar tau faktanya bunyinya bagimana. Karena untuk menangani sebuah kasus mafia tanah alat bukti harus jelas, karena ini menyangkut nasib seseorang,” terangnya. (and/rif)