PASURUAN, titiksatu.com – Sejumlah pihak mengkritisi keputusan Pemerintah Kabupaten Pasuruan memberhentikan 686 guru honorer per 1 Maret 2025. Langkah yang dianggap tak berperikemanusiaan ini, terutama di tengah himpitan ekonomi menjelang Lebaran, memicu gelombang protes dari berbagai pihak.
Gerakan Pemuda Peduli Pengamat Hukum (GP3H) lantang menuntut pembatalan keputusan tersebut. “Keputusan ini tak tepat diterapkan di sektor pendidikan, mengabaikan kebutuhan mendesak akan tenaga pendidik,” ujar Ketua GP3H, Anjar Supriyanto.
Anjar menuding Dinas Pendidikan dan Kebudayaan lalai menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. “Kekurangan guru mencapai 2.000 orang, ini bukti kegagalan dinas dalam memenuhi kebutuhan tenaga pendidik berkualitas,” tegasnya.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pasuruan, Didik Suriyanto, turut menyuarakan kegelisahan para guru honorer. Ia khawatir pemecatan ini akan memperparah kekurangan tenaga pengajar di sekolah-sekolah. “Guru PNS dan PPPK akan terbebani tugas tambahan, mengganggu efektivitas pembelajaran,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan, Tri Agus Budiharto, berdalih bahwa pemecatan ini merupakan kebijakan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD). “Ini perintah pemerintah daerah, harus saya laksanakan,” katanya.
Tri Agus membantah pemecatan ini terkait efisiensi anggaran. Ia menyebutnya sebagai penataan pegawai yang tak terakomodasi dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN). “Saya mohon maaf, momennya memang tidak tepat. Tapi ini perintah pimpinan,” ujarnya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Pasuruan, Andri Wahyudi, menekankan pentingnya solusi agar tak terjadi kekosongan pengajar pasca-Lebaran. “Jangan sampai ada kelas tanpa guru,” tegasnya. (mo/rif)