DAMPINGI : Direktur Pus@ka, Lujeng Sudarto saat mendampingi puluhan warga Tambaksari, Kecamatan Purwodadi yang merasa kehilangan hak atas tanah yang digarapnya ke BPN Pasuruan.
PASURUAN, titiksatu.com – Puluhan warta Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, memenuhi kantor Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Pasuruan pada Selasa (5/9/2023) siang. Didampingi Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUS@KA), mereka datang untuk menyampaikan keluhanmengenai kehilangan hak atas tanah yang telah mereka garap selama beberapa generasi.
Sebanyak 53 penduduk telah kehilangan hak atas tanah yang mereka kelola selama beberapa dekade dalam program redistribusi, yang merupakan program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi). Program tersebut telah dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 2022. Tetapi sayangnya, 53 penduduk yang diwakili oleh PUS@KA tidak menerima sertifikat tanah yang sah.
Lebih memprihatinkan lagi, sebagian besar dari sertifikat-sertifikat tersebut tidak dikeluarkan atas nama pemilik asli tanah, melainkan atas nama orang lain.
Lujeng Sudarto, Direktur PUS@KA, menyatakan mereka datang ke BPN untuk mendukung dan memperjuangkan hak-hak warga. Karena tanah tersebut, merupakan bagian integral dari mata pencaharian mereka dan memiliki nilai historis yang tinggi.
“Sak dumuk batuk sak nyari bumi, dibelani nganti pecahing dodo kutahing ludiro (Sejengkal tanah dibela sampe pecahnya dada tumpahnya darah),” katanya.
Artinya, kata Lujeng, sapaan akrabnya, tanah ini menjadi pusaka warga untuk bekerja mencari makan untuk menghidupi anak dan istrinya.
“Kami mengapresiasi langkah BPN, tidak perlu ada proses penegakan hukum dan sebagainya, termasuk proses peradilan untuk menyikapi persoalan ini,” imbuhnya.
Menurut Lujeng, ada indikasi kuat pemalsuan data hak milik atau hak mengelola dalam tahap program redistribusi kemarin. Sehingga, beberapa warga kehilangan haknya.
“Modusnya kesana. Makanya, tadi kami diskusi dengan BPN, apa kasus pemalsuan data ini dibawa ke Aparat Penegak Hukum (APH),” tandasnya.
Atau, kata Lujeng, dibatalkan melalui proses peradilan. Namun, ia dan BPN bersepakat untuk mengambil opsi yang paling ringan yakni revisi administrasi.
“Revisi administrasi itu maksudnya direvisi lagi, mereka yang tidak berhak melalui cara pemalsuan hak milik itu dibatalkan, tapi harus diverifikasi secara faktual,” desaknya.
Pihak BPN menyatakan kesiapan mereka untuk membantu dalam pemulihan hak tanah secara historis dan budaya kepada penduduk. Dari data awal, terdapat indikasi kuat adanya pemalsuan data hak milik selama program redistribusi, yang menyebabkan sejumlah penduduk kehilangan haknya. Opsi untuk membatalkan pemalsuan ini melalui proses hukum atau revisi administrasi sedang dipertimbangkan, dengan penekanan pada verifikasi faktual.
Eko Wibowo, seorang penduduk Desa Tambaksari, menyampaikan ketidakpastian yang dirasakannya dan rekan petani lainnya terkait tanah yang telah mereka garap selama puluhan tahun. Mereka tidak memiliki jaminan legal atas tanah tersebut, dan harapannya adalah menerima sertifikat yang sah untuk menjaga hak mereka atas tanah itu.
“Harapannya kami masih bisa menerima sertifikat ini. Kami memang masih menggarap tanah itu, tapi kami khawatir tahun – tahun berikutnya seperti apa,” akunya.
Kepala Sub Tata Usaha BPN Pasuruan, Sukardi, berjanji untuk mengembalikan tanah kepada pemilik yang sebenarnya. Ia juga menyatakan perlunya identifikasi lebih lanjut untuk menentukan posisi dan letak tanah tersebut sebelum mengambil langkah berikutnya dalam proses redistribusi.
“Tentu hal ini akan kami benarkan, artinya, kami akan kembalikan tanah itu ke warga yang benar-benar berhak untuk mendapatkannya. Karena saat ini, kami belum tahu posisi atau letaknya. Kami akan identifikasi dulu untuk langkah berikutnya,” sampainya. (and/rif)