MEGAH : Kantor Kejari Kabupaten Pasuruan tampak megah. Di sinilah, pemeriksaan dugaan korupsi dilakukan. Termasuk kasus BOP Kemenag RI
BANGIL, titiktemu.com– Hampir setahun lamanya kasus dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Kemenag RI disidik Kejari Kabupaten Pasuruan. Namun, selama itu pula, kasus tersebut belum juga ada kejelasannya.
Buktinya, tidak ada satupun orang yang dijadikan tersangka. Semuanya tampak mengambang. Kredibilitas Korps Adhiyaksa dalam menelusuri kasus ini, dipertanyakan.
Bahkan, kabar miring menyeruak. Lamanya penetapan tersangka ini, berkaitan dengan orang yang akan dijadikan “tumbal”. Maklum, kasus tersebut berkaitan dengan orang-orang kuat.
Sehingga, mereka yang dianggap tidak memiliki power itulah, yang nantinya akan dijadikan tersangka. Nah, orang inilah yang diisukan sedang diburu pihak kejaksaan.
Kasak-kusuk itu, beredar tidak hanya di kalangan aktivis. Kabar tak sedap itupun, muncul di lingkungan legislatif.
Hal ini berkaca dari kasus-kasus yang ditangani Kejari Kabupaten Pasuruan, sebelumnya. Contohnya, kasus dugaan penyimpangan kegiatan Bimbingan Tekhnik (Bimtek) DPRD Kabupaten Pasuruan periode 2013 lalu.
Dalam perkara itu, hanya dua orang yang dijadikan tersangka dan akhirnya divonis bersalah. Mereka adalah Kabag Rapat dan Per UU DPRD Kabupaten Pasuruan, Nurkhasan dan seorang dosen yang menjadi pembicara dalam hajatan yang dilakukan oleh para wakil rakyat jaman itu, Suratman.
Dari kasus itu, tidak ada satupun anggota legislatif yang diseret ke penjara. Padahal, Nurkhasan pernah menyampaikan, kalau dirinya memiliki pimpinan. Dengan pernyataan itu, jelas dirinya menjalankan apa yang dilakukannya tersebut, berdasarkan petunjuk pimpinan.
Namun, hanya dialah dan dosen pembicara yang akhirnya “ngandang”. Sementara, entah siapa pimpinan yang dimaksudnya, tidak tersentuh oleh hukum. Bahkan, sampai sekarang.
Direktur Pusat Studi dan Advokasi (Pus@ka), Lujeng Sudarto memandang, lambatnya penetapan kasus BOP bisa diartikan banyak hal. Entah itu memang banyak pihak yang berkaitan, sehingga kejaksaan membutuhkan waktu untuk mendalaminya. Atau bisa juga, karena adanya indikasi pilah dan pilih terhadap orang yang akan dijadikan tersangka.
“Dan tidak menutup kemungkinan, kalau pilih dan pilah dalam penetapan tersangka sangat besar dilakukan. Hal ini, berkaitan dengan orang-orang kuat yang sangat mungkin berada di balik kasus ini,” tandasnya.
Lujeng menambahkan, masih mempercayai langkah kejaksaan dalam mengusut kasus tersebut. Karenanya, ia menekankan, agar kepercayaan masyarakat itu, tidak sampai diciderai.
“Jangan hanya cecuru-cecurunya saja yang dijadikan tersangka. Harus menyentuh otak-otak intelektualnya juga. Supaya, ada kepercayaan publik atas penanganan perkara yang ditangani kejaksaan,” imbuhnya.
Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Jemmy Sandra menegaskan, lamanya proses perkara BOP, lebih pada banyaknya lembaga yang harus diperiksa. Ada ribuan lembaga yang terkait dengan kasus ini. Sementara, personil kejaksaan terbatas.
Ia meyakinkan, pemeriksaan marathon dilakukan. Hampir setiap hari kerja, pemeriksaan itu dilakoni tim kejaksaan tersebut.
“Sejauh ini, sudah 80 persen perkara tersebut disidik. Memang butuh waktu, karena lembaga yang berkaitan, sangat banyak. Ada ribuan lembaga. Baik madin, TPQ hingga Ponpes,” bebernya.
Hal senada juga disampaikan Denny Saputra, kasi Pidsus Kejari Kabupaten Pasuruan. Dalam beberapa kali kesempatan, ia meyakinkan kalau kejaksaan tidak akan pandang bulu. Siapa yang terlibat, akan disikat.
“Kami tidak akan pandang bulu. Siapapun yang menikmati uang haram BOP, akan kami seret untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Denny mendampingi Kajari Kabupaten Pasuruan, Ramdhanu. (and/rif)