Ilustrasi : BAS // hukumonline.com
PASURUAN, titiksatu.com – Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf bakal mengakhiri jabatannya pada 24 September 2023. Sebelum jabatannya berakhir, isu mutasi posisi eselon II, menyeruak di kalangan masyarakat.
Bahkan rumornya, akhir pekan besok, mutasi terhadap pejabat setingkat kepala dinas di lingkungan Pemkab Pasuruan, akan dilakukan. Benarkah?
Kabar miring itu pun menuai banyak respon. Salah satunya datang dari Direktur Pus@ka, Lujeng Sudarto. Ia memandang, bila mutasi itu benar dilakukan, maka patut dipertanyakan. Apa urgensinya, hingga mutasi dijalankan.
“Ada kesan dipaksakan, bila kabar tersebut benar-benar terealisasi. Yang menjadi pertanyaan, apa kepentingan Bupati melakukan mutasi atau reposisi jabatan di level kepala dinas,” singgungnya.
Terlebih, mutasi itu dilakukan di akhir jabatan. Reposisi tersebut, tidak akan “berguna” bagi Bupati yang menjabat saat ini.
“Reposisi atau mutasi itu untuk mempermudah kerja – kerja Bupati dalam memimpin Pasuruan. Tapi , pertanyaannya , Bupati mau purna tugas terus apa manfaatnya mutasi kepala dinas, toh mau pensiun juga,” sindirnya.
Ia menegaskan, sah-sah saja mutasi itu dilakukan. Namun, etika serta urgenitasnya dalam mutasi tersebut. Karena jangan sampai dasar mutasi ini karena faktor like and dislike.
Jika dikomparasikan dengan 10 tahun lalu, kata Lujeng, Bupati Dade Angga juga melakukan hal sama. Yakni mutasi pejabat menjelang purna tugas. Efeknya, Irsyad Yusuf yang baru dilantik, kemudian memutasi pejabat di lingkungan Pemkab.
Bongkar pasang pejabat inilah yang dipersoalkan. Karena akan menghambat roda pemerintahan. Sebab, perlu adaptasi, dan itu membutuhkan waktu untuk seseorang yang baru menjabat di posisinya yang baru.
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), perlu melakukan analisis jabatan untuk mengukur kemampuan seseorang sebelum ditempatkan di sebuah jabatan. Termasuk, memikir kebutuhan pemerintahan.
Sehingga, mutasi yang dilakukan bisa proporsional dan sesuai dengan kebutuhan pemerintahan. Jangan sampai, melakukan mutasi karena suka atau tidak suka.
“Seharusnya mutasi pejabat itu berdasarkan kinerjanya yang buruk atau kurang baik. Sehingga pejabat itu yang layak dimutasi. Bukan pejabat yang justru memiliki kinerja baik dan komitmen kerja itu dimutasi,” sampainya.
Dia juga menyebut, seharusnya Bupati tidak menghambat karir pejabat karena faktor keyakinan atau identitas. Ada informasi pejabat yang beda keyakinan tidak pernah dilakukan promosi jabatan.
“Ini kan kesannya show of force atau pamer kekuasaan bupati saja. Dan Saya kira Bupati juga mengidap post power syndrome di akhir – akhir masa kekuasaannya,” ulasnya.
Terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Pasuruan Yudha Triwidya Sasongko mengatakan, kewenangan mutasi jabatan pejabat itu melekat sampai masa akhir jabatannya sebagai Bupati Pasuruan habis.
Dan itu, kata Sekda, sudah dikonsultasikan dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Kemendagri. Itu tidak ada pelanggaran aturan. Artinya, sekalipun dilakukan mutasi, tidak ada menabrak ketentuan.
Yudha menegaskan, mutasi jabatan atau bongkar pasang posisi kepala dinas itu kewenangan pimpinan. Menurutnya, mutasi jabatan itu dilakukan semata – mata untuk memenuhi kebutuhan dalam roda pemerintahan.
Sayangnya, Sekda tidak mengkonfirmasi secara resmi rencana mutasi jabatan kepala dinas yang rencananya akan digelar akhir pekan ini. “Belum ada informasi,” bebernya. (and/rif)