Lujeng Sudarto
PASURUAN, titiksatu.com – Kasus dugaan pemotongan dana insentif pegawai di internal Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan, masih didalami. Kejari Kabupaten Pasuruan yang memproses perkara ini, diminta agar tidak gamang.
Jangan sampai, ada keraguan yang berimbas pada tak jelasnya perkara tersebut. “Kami melihat pemotongan dana insentif in,i dilakukan dengan pola terstruktur dan rapi. Karena itu, penyidik kejaksaan, jangan ragu. Usut sampai tuntas,” kata Direktur PUS@KA Lujeng Sudarto, Jumat (19/1/2024).
Lujeng mencurigai, dugaan pemotongan insentif tersebut, dilakukan secara sengaja. Ada perencanaan di dalamnya. Sehingga, penyidik harus mengejar hal itu. Karena bukan tidak mungkin, dugaan pemotongan dana insentif tersebut, tidak hanya dilakukan pejabat di era sekarang. Tapi bisa jadi, dilakukan pula oleh sebelum-sebelumnya.
“Penyidik juga harus mendalami, bisa jadi pemotongan dana insentif ini bukan hanya dilakukan pejabat yang sekarang saja, tapi juga pejabat sebelumnya,” desaknya.
Bahkan, penyidik juga harus mengejar kemungkinan pemotongan dana insentif ini bukan hanya terjadi di internal BPKPD saja. Karena bukan tidak mungkin, juga dilakukan di instansi lain.
“Pemotongan itu bukan perkara ikhlas atau tidak ikhlas. Secara sukarela atau tidak sukarela. Tapi dalam perspektif tata kelola pemerintahan, apakah diperbolehkan dan dibenarkan pemotongan tersebut. Karena, jika merujuk pasal 12 e UU No 20 tahun 2001 tentang tipikor, ini sudah mengarah pada pemerasan dalam jabatan,” jelasnya.
Dalam UU tersebut, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri bisa dikenakan pidana.
Mereka terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Tak hanya itu, pidana denda juga bisa dikenai, dengan paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Itupun sama dalam kasus gratifikasi. Tidak ada kerugian negara dalam kasus suap menyuap. Tapi, dalam UU Tipikor gratifikasi itu tidak dibenarkan.
“Jika melihat aturan dan ketentuan ini, tidak ada satu alasan pun yang bisa membuat penyidik ragu untuk tidak melanjutkan kasus dugaan pemotongan ini,” ulas dia.
Lujeng juga meminta Pj Bupati Pasuruan Andriyanto untuk menonaktifkan Ahmad Khasani dari jabatannya sebagai Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan. Agar tidak terjadi conflict of interest. Sehingga, Khasani bisa konsentrasi terhadap kasus yang sedang dihadapi.
Kasi Intel Kejari Bangil Agung Tri Raditya saat dikonfirmasi mengatakan penyidik sedang bekerja. Ia berjanji akan memberikan kabar jika ada perkembangan. “Ya sedang berproses. Teman – teman sedang melakukan penyelidikan. Jika nanti ada perkembangan, pasti akan kami sampaikan,” tutur dia. (and/rif)