ADUKAN : Lujeng Sudarto saat mengadukan dugaan pungli program redistribusi tanah ke kejaksaan
PASURUAN, titiksatu.com – Ada dugaan pungutan liar (pungli) yang melingkupi program redistribusi lahan yang berlangsung di Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi. Kasus inipun dilaporkan kalangan aktivis ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan.
Direktur Pusat Studi dan Advok@si Kebijakan (Pusaka), Lujeng Sudarto menguraikan, redistribusi tanah merupakan merupakan program pemerintah di mana ada peralihan tanah milik negara menjadi milik warga. Sebanyak 247 warga desa mendapatkan program tersebut dari kementrain ATR, pada akhir Desember 2022 lalu.
Namun, program baik tersebut ditengarai sarat pungutan liar. Lantaran warga yang berniat untuk mendapatkan sertifikat, harus membayar dengan biaya yang tak murah. Mereka ditarik Rp 2 ribu per meter persegi.
Jika dihitung, masing-masing warga harus membayar Rp 4 juta bahkan Rp 12 juta. Padahal, berdasarkan SKB tiga menteri, yakni ATR, Mendagri dan Mentri Desa, harusnya hanya dikenai Rp 150 ribu.
“Kami menerima kuasa dari 23 warga yang mengeluhkan dengan tarikan tersebut,” ungkapnya.
Hal yang memprihatinkan lagi, mereka yang tak mampu membayar, maka lahan yang selama ini digarap, dialihak ke pihak lain yang mampu membayarnya. Kondisi ini, jelas sangat memprihatinkan. Karena, warga miskin yang sudah bertahun-tahun mengelola tanah tersebut, akhirnya tidak mendapatkan haknya.
Dasar itulah yang membuatnya melaporkan ke kejaksaan. Ia mencurigai, ada pungutan yang hasilnya mencapai miliaran rupiah.
Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Pasuruan, Roy Ardian Nur Cahya bakal melakukan telaah atas aduan tersebut. “Kami akan telaah dulu kasusnya,” ulasnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Jatmiko menegaskan, kalau program tersebut, dilakukan mandiri untuk bisa mendapatkan hak atas tanah tersebut.
Karena bersifat mandiri, maka banyak hal yang dibutuhkan. Termasuk melibatkan jasa konsultan, dalam hal ini notaris untuk mengurus sertifikat atas tanah itu.
“Sudah dirapatkan di kantor desa dengan calon penerima. Berdasarkan rapat dengan panitia, warga sepakat tidak ada yang keberatan dengan biaya tersebut. Karena kan untuk mendapatkan sertifikat, harus melibatkan jasa konsultan dalam hal ini notaris,” tuturnya. (and/rif)