MINTA BEBAS : AT saat menyampaikan duplik. Ia meyakinkan kalau tidak melakukan penambangan sehingga harusnya dibebaskan.
BANGIL, titiksatu.com – Pledoi dan duplik bos tambang galian C asal Surabaya, Andrias Tanujaja, dinilai tim JPU Kejati dan Kejari Kabupaten Pasuruan hanya untuk mempengaruhi majelis hakim PN Bangil. Karena itu, tim JPU memastikan untuk tetap pada tuntutan.
Yakni menyeret terdakwa ke penjara dengan waktu lama, 5 tahun. Serta mendenda terdakwa hingga Rp 75 miliar. Karena, perbuatan terdakwa, memicu kerusakan alam yang luar biasa.
“Kami tetap dengan tuntutan. Karena, perbuatan terdakwa tersebut, berdampak terhadap kerusakan lingkungan yang besar,” beber salah satu anggota tim JPU Kejari Kabupaten Pasuruan, La Ode Tafri Mada seusai sidang pembacaan duplik oleh terdakwa di PN Bangil, Senin (15/12/2022).
Menurut Mada-sapaannya, terdakwa hanya berusaha untuk membela diri atas apa yang dilakukannya. Dalam pledoi ataupun duplik yang disampaikan, ia bersikukuh tidak melakukan penambangan. Dalihnya, aktivitas di Bulusari, Kecamatan Gempol, hanya sebatas untuk merealisasikan perumahan TNI AL.
Padahal, ada profit yang dikejar terdakwa dalam pengerukan lahan setempat. Akibatnya, alam menjadi rusak. “Ia berusaha membela diri. Tidak melakukan penambangan. Padahal, kami memandang, terdakwa merupakan otak dari penambangan illegal tersebut,” sambungnya.
Sementara itu, dalam sidang pembacaan duplik oleh terdakwa kemarin (15/12), AT bersikukuh tidak bersalah atas dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan. Berdasar akta notaris ia hanya pemegang saham minoritas (45 persen) dan bukan pengendali perusahaan yang dijabat Direktur PT Prawira Tata Pratama (PTP).
Ia bahkan menganggap, tuntutan JPU, berbeda-beda penjelasannya. Kesaksian ahli, Yosafat, yang melakukan penghitungan bukaan lahan seluas 27 hektar dan jumlah material yang digali tidak sesuai. Lahan yang dimiliki PT PTP seluas 20 hektar, dengan luasan lahan yang dilakukan penggalian hanya seluas 5 hektar.
“Sangat tidak cocok mengkaitkan hitungan ahli dengan luasan yang hanya 5 hektar. Perbedaan ini menghasilkan hitungan yang sangat spektakuler yaitu ada dana hasil galian sebesar Rp 228 miliar,” ujarnya.
AT pun memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan yang adil. Karena jika ia dianggap melakukan penambangan illegal, ia pun mempertanyakan. Karena selama tiga tahun, aktivitas itu berjalan terang-terangan.
“Di mana peran aparat penegak hukum dan Bupati Pasuruan yang membiarkannya. Karena kegiatan penambangan adalah kegiatan terbuka yang diketahui secara kasat mata,” tandasnya di persidangan.
Semua kegiatan itu diawali dengan adanya perjanjian kerja sama antara PT PTP dengan Pasmar untuk membangun perumahan prajurit TNI. Ini diperkuat surat Danpasmar tertanggal 16 Oktober 2017 kepada Bupati Pasuruan.
“Jangan saya yang orang awam dan tidak mempunyai kemampuan melawan, dijadikan sebagai korban dan kambing hitam. Saya hanya bisa bersandar dan berharap pada keadilan dari majelis hakim,” harapnya. (and/rif)